BrajaNews.com — Salah satu kebijakan dalam birokrasi & admnistrasi pemerintahan Indonesia adalah mandat. Mandat merupakan pelimpahan kewenangan dari badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab & tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Menurut pasal 14 ayat (1) & (2) UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan: (1). badan dan/atau pejabat pemerintahan memperoleh mandat apabila: (a). ditugaskan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan di atasnya; (b). merupakan pelaksanaan tugas rutin.
(2) Pejabat yang melaksanakan tugas rutin terdiri atas: (a). pelaksana harian (PLH) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara; (b). pelaksana tugas (PLT) yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
Dari ketentuan ini, maka untuk memberi pedoman dalam melakukan penunjukan PLH/PLT jika pejabat definitif berhalangan & memberi kejelasan mengenai pejabat yang dapat ditunjuk menjadi PLH/PLT diterbitkan peraturan kebijakan “SE Nomor 1/SE/I/2021 tentang Kewenangan PLH/PLT dalam Aspek Kepegawaian”.
SUBSTANSI & PROSEDUR PENUNJUKAN PLT/PLH
Dari beberapa hal yang diatur dalam SE No 1/SE/I/2021 terdapat hal-hal pokok berkaitan dengan substansi & prosedur penunjukan PLT.PLH, antara lain:
(a). Jika terjadi kekosongan jabatan akibat pejabat definitif berhalangan tetap (meninggal dunia, pensiun, pindah tugas/jabatan, mengundurkan diri, diberhentikan, dan lain-lain), maka untuk kelancaran pelaksanaan tugas, maka pejabat pemerintah diatasnya menunjuk pejabat lain di lingkungannya sebagai PLT.
(b), Jika terdapat pejabat tidak dapat melaksanakan tugas akibat pejabat definitif berhalangan sementara (sakit, cuti/umroh, penugasan beberapa waktu (perjalanan dinas keluar daerah, diklat, kunjungan kerja), dinon aktifkan, dan lain-lain), maka untuk kelancaran pelaksanaan tugas, maka pejabat pemerintah diatasnya menunjuk pejabat lain di lingkungannya sebagai PLH.
(c). PNS yang ditunjuk sebagai PLH/PLT tidak dilantik atau diambil sumpahnya & penunjukan PNS sebagai PLH/PLT tidak ditetapkan dengan keputusan melainkan cukup dengan Surat Perintah dari Pejabat Pemerintahan lebih tinggi yang memberikan mandat, bukan KADA.
(d). PNS yang ditunjuk sebagai PLH/PLT tidak diberikan tunjangan jabatan sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan struktural.
(e). Penunjukan sebagai PLH/PLT tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya & tunjangan jabatannya tetap dibayarkan sesuai tunjangan jabatan definitifnya.
(f). PNS yang ditunjuk sebagai PLT melaksanakan tugasnya untuk paling lama 3 bulan & dapat diperpanjang paling lama 3 bulan.
(g). PNS yang menduduki JPT, Jabatan Administrator, Jabatan Pengawas, atau Jabatan Pelaksana hanya dapat ditunjuk sebagai PLH/PLT dalam jabatan yang sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan unit kerjanya.
(h). PNS yang menduduki jabatan fungsional dapat ditunjuk sebagai PLH/PLT secara berjenjang vertikal atau sama, misalnya jenjang ahli madya dapat ditunjuk sebagai JPT, administrator atau pengawas dengan syarat disesuiakan dengan kebutuhan & struktur organisasi masing-masing instansi.
ANALISIS ATAS PENUNJUKAN PLH & PLT
Analisis atas penunjukan PLH/PLT terinspirasi dari komentar “debi maryani” pada artikel tiktok saya Anomali Penggunaan Pakaian Dinas ASN, “banyak ASN jabatan administrator eselon 3 belum memenuhui syarat dipaksakan diPLTkan menduduki jabatan eselon tertentu”.
Bertolak dari komentar ini, maka menunjuk PLT/PLH tak boleh gegabah apalagi hanya karena “gosokan” & “rakusnya” eselon 3 ingin menduduki & menikmati segala macam fasilitas & TPP eselon 2.
Kesemuanya harus didudukan pada landasan hukum yang normatif & melalui kajian yang paripurna.
Eselon 3A & pejabat fungsioanl ahli madya bisa diPLTkan/diPLHkan menjadi eselon 2, tapi ada syaratnya. Untuk eselon 3A bisa diPLTkan/diPLHkan menjadi eselon 2 hanya di lingkungan unit kerjanya secara vertikal/sama, tak bisa secara diagonal.
Misalnya jabatan eselon 2 (asisten/staf ahli) yang kosong, maka PLTnya bisa sesama asisten/staf ahli atau bisa eselon 3 kepala bagian pada SETDA secara vertikal dalam unit kerja SETDA.
Tak boleh penunjukan PLT/PLH secara diagonal, misalnya tak boleh Sekretaris Dinas Kominfo & Sandi menjadi PLT/PLH asisten/staf ahli, sebab Sekretaris Diskominfo & Sandi bukan kesatuan unit kerja SETDA. Tak boleh Kadis Keuangan menjadi PLH/PLT asisten/staf ahli/kadis lainnya. Sebaliknya tak boleh asisten/staf ahli/kadis menjadi kadis lainnya.
Apalagi misalnya Kabid Koperasi & UMKM eselon 3B pada Dinas Koperasi berhasrat menjadi PLT/PLH eselon 2 asisten/staf ahli, selain melanggar tak menjadi kesatuan unit kerja SETDA juga lompat eselon melewati eselon 3A.
Sekretaris Diskominfo & Sandi hanya bisa memenuhi ambisinya menjadi PLT/PLH Kadis Kominfo & Sandi atau Kabid pada Dinas Kominfo & Sandi. Begitu juga, Kabid Koperasi & UMKM hanya bisa memenuhi ambisinya menjadi PLT/PLH Kabid/Sekretaris pada Dinas Koperasi & UMKM atau Kadis Koperasi, jika tak ada sekretaris.
Begitu pula, pejabat fungsional madya yang menjadi PLT/PLH eselon 2. Prinsipnya pejabat fungsional madya bisa diPLT/PLHkan menjadi eselon 2 asisten/staf ahli/kadis dengan syarat satu kesatuan dari kebutuhan & struktur masing-masing instansi. Pejabat fungsioanl madya pada struktur organisasi BKPSDM hanya bisa menjadi PLT/PLH Kepala BKPSDM atau Sekretaris/Kabid pada BKPSDM.
Normatifnya, jika terjadi kekosongan jabatan karena pejabat definitif berhalangan tetap atau pejabat definitif berhalangan sementara, maka PLT/PLH adalah pejabat PNS pada unit kerja yang sama. Misalnya, Kadis Pendidikan kosong maka PLTnya adalah Sekretaris Dinas atau Kabid pada Dinas Pendidikan.
Jika penunjukan PLT/PLH dilakukan secara diagonal maka telah terjadi perbuatan melawan hukum sebab penunjukan tersebut bertentangan dengan pasal 14 ayat (1) & (2) UU 30/2014 jo SE No 1/SE/I/2021 angka 3.b.12)-14).
Kerugian negaranya mudah dihitung dengan cara menghitung secara total TPP eselon 2 (asisten/staf ahli/kadis) & segala fasilitas yang dapat dinilai dengan uang/barang yang diterima oleh PLT/PLH diagonal.
PENUTUP
Hasrat & ambisi PNS untuk menduduki & menikmati jabatan lebih tinggi, eselon 3 menjadi eselon 2 adalah suatu kodrati, tapi tetap berpijak pada harga diri/rmartabat & tak harus menghalalkan segala cara dengan meminta-minta & mengemis jabatan hingga menekan, memaksa apalagi menyandera para pimpinan & para pengambil keputusan.
Jika demikian, pelanggaran atas peraturan perundang-undangan & perbuatan melawan hukum menanti & kerugian Negara terhitung hingga sebaliknya PNS yang malah menjadi tersandera oleh kenikmatan PLT/PLH eselon 2 sesaat (3-6 bulan).
Artikel ini ditulis oleh : Dr. H. YUSRAN LAPANANDA, SH., MH.
Penulis adalah Ahli Hukum Administrasi Publik ***


